Pagi pun
tiba, tetapi rintik hujan masih setia menemani sinar mentari yang muncul
malu-malu. Jam 10 pagi baru hujan reda dan kita (saya, bang Babal, bang Menong)
berangkat menuju Sindoro. Perjalanan dari basecamp Sindoro desa Garung ke pos 1
memakan waktu kurang lebih satu jam, tetapi bagi teman-teman yang ingin
mempersingkat perjalanan, ada jasa angkutan ojek yang akan mengantarkan sampai
ke pos 1,5.
Bang Menong (Kuning) dan Bang Babal (orange) menuju pos 1 |
Pemandangan dari basecamp ke pos 1 dihiasi dengan ladang-ladang
daun bawang di kiri-kanan sepanjang perjalanan. Pos 2 berada di ketinggian 2120
mdpl, dan ada sebuah shelter kecil bagi para pendaki untuk beristirahat. Trek
pos2 ke pos 3 berupa tanah merah dan pepohonan rimbun. Pos 3 merupakan pos yang
biasa dipakai para pendaki untuk ngecamp. Tempatnya disini cukup luas dan
merupakan batas vegetasi. Kami memilih untuk ngecamp di pos 3, supaya turunnya
tidak terlalu jauh. Sebenarnya selain di pos 3, kita bisa memilih untuk ngecamp
di sunrise camp yang letaknya 300m diatas pos 3.
Pemandangan dari Pos 3 |
Perbaikan gizi dulu wkwk |
Untuk
pemandangan di pos 3 cukup bagus. Kita bisa melihat gunung Sindoro sebelah
selatan dan pemandangan di malam harinya sangat menakjubkan, kerlap kerlip
lampu kota Wonosobo serta kecamatan Temanggung menjadi pemandangan yang
menarik.
Malam itu
kami memutuskan untuk memasak tempe orek sembari menikmati kopi. Kami
menawarkan kopi ke tetangga sebelah. Sungguh menyenangkan berbagi cerita serta
perbekalan dengan pendaki lain. Udara dingin berhembus keras, menyuruh kami
beristirahat secepatnya. Secepatnya kami beristirahat, tak sabar untuk
menggapai puncak kedua kami (double S).
Pagi menjelang. Sekitar pukul 5
pagi, ntah kenapa badan menjadi sekeras batu untuk bangun. Mata perlahan
menutup, kembali tidur. Jam 6:30 aku dibangunkan oleh bang Babal. Bang babal
dan bang menong memutuskan untuk tidak muncak dikarenakan encok dan sakit kaki.
Mereka memilih menungguku di tenda. Aku segera bangun dan melakukan peregangan
singkat, hanya membawa buku catatan dan hp. (Sebenarnya agak tidak rela juga
naik sendiri, tapi mau apa dikata mereka sedang sakit :(
Nyasar :'( |
Pos 4 |
View Sumbing dari Sindoro |
Naik dengan kecepatan penuh, aku sempat tersesat saat menuju pos 4. Masuk menembus semak belukar yang penuh duri-duri tajam berhasil merobek sebagian jaket, tak apalah seakan akan ini sebuah kenangan dari Sang Sindoro. Jalan menuju puncak dipenuhi kabut tebal serta bau belerang yang sangat kuat. Buff yang dibasahi dengan air menjadi senjata pamungkas melawan bau belerang agar sampai ke puncak. Tidak ada lagi bonus sekarang, tanjakan curam berpasir menjadi medan yang harus ditaklukkan. Kelemahan disaat kita memakai sendal gunung dapat dirasakan ketika medan yang kita lalui berpasir, pinjakan menjadi tidak sempurna sehingga rawan jatuh.
Sesampainya
diatas aku mendapati diriku hanya seorang diri di puncak. Samar-samar terdengar
suara orang tetapi kabut tebal membatasi pandangan sehingga untuk berjalan
amatlah hati-hati, salah langkah kita akan masuk ke kawah Sindoro :(
Rupanya orang-orang berkumpul di
sebelah utara, berfoto ria dengan background kabut. Aku pun meminta tolong pada
mereka untuk mengabadikan diriku yang bersusah payah mencapai puncak. Cukup 30
menit di puncak karena menurut hematku kabut tidak akan turun dalam waktu satu
jam. Perjalanan turun dari puncak ke pos 3 hanya memakan waktu 1 jam
Subhanallah! Mungkin karena tidak ada bawaan dan pengen cepat nyampe basecamp
:D
Puncak!!! |
Kabut Everywhere |
Pukul 9 pagi kami sudah beres-beres
alat dan turun perlahan-lahan. Kaki Bang Menong yang sakit lebih terasa saat
turun. Untuk di pos 2, shelter yang kemaren ada sekarang sudah dirobohkan. Kami
istirahat sambil melihat para pemuda Grasindo (Gabungan Remaja Anak Sindoro)
sedang menebang pohon besar. Sesampainya di pos 1, 5 (pos buat ojek) kami
memutuskan naik ojek agar bisa menempuh perjalanan ke basecamp
sesingkat-singkatnya.
Sebelum Turun Kita Foto Dulu |
Sampai di basecamp dan beristirahat.
Kami makan di warung yang terdapat pada salah satu pasar di jalan raya Kledung.
Warung disini sangat murah! Kami yang terbiasa dengan harga warteg di Jakarta
begitu kaget ketika membayar padahal kami pesan ayam, lele jumbo, tempe
mendoan, sayur nangka, dan masih banyak lagi. Kenyang!
Selesai makan kami berbincang-bincang.
"Lu jadi lanjut setelah ini ke double M?" "Yakin lah bang,
nanggung kalau gak dikhatamin hehe" "Kalau lu jadi lanjut ke Slamet
bang?" " Gak tau nih, liat kondisi cuaca juga, kalau cuaca buruk ya
batal" " Bang Menong gimana?" " Wah aku cukup dua ini saja
dulu, udah sakit dengkulku". Begitulah percakapannya hehe
Akhirnya aku berpisah dengan dua
orang baik yang memang ditakdirkan menemaniku sepanjang perjalanan double S.
Begitu banyak kenangan dan pengalaman dalam perjalanan singkat yang kurasa tak akan kudapati
di bangku sekolah manapun. Semoga kita dapat melakukan perjalanan bersama lagi
bang Menong dan bang Babal. Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat selalu! (Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar