Kamis, 14 Desember 2017

Bali Barat The Hidden Paradise (Part 2 of Backpackeran Baluran-Lombok)

    Taman Nasional Bali Barat merupakan sebuah taman nasional yang terletak di bagian barat Pulau Bali. Taman nasional ini merupakan habitat terakhir Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang populasinya merosot drastis karena perburuan ilegal. Memiliki luas sebesar 19.002,89 ha ini merupakan satu-satunya taman nasional yang ada di bali. Ini merupakan tujuan utama kami di Bali, karena jaraknya yang sangat dekat dengan Pelabuhan Gilimanuk.
   Setelah dari Baluran, untuk menghemat, kami memutuskan jalan kaki ke pelabuhan. Tak berapa lama jalan kaki, kami diberikan tumpangan lagi oleh salah satu penjaga Baluran. Bahkan kami juga diberikan uang saku oleh si penjaga, katanya dia teringat anaknya yang juga suka berkelana. Tentunya kami sangat senang dapat tambahan uang saku. Setelah sampai dan berpamitan, kami langsung masuk ke dalam pelabuhan.
    Biaya dari Ketapang-Gilimanuk sangat murah, hanya Rp. 6.500 per orang. Sesampainya di Gilimanuk, kami menginap di musola pelabuhan. Paginya barulah kami menjelajahi sekitaran pelabuhan sembari sarapan. TNBB terletak tidak jauh dari pelabuhan Gilimanuk, hanya sekitaran 3 Km. Pemandangan yang disajikan di Bali sangat berbeda dengan daerah lain yang aku kunjungi. Pura-pura terlihat di kiri dan kanan, menjulang anggun. Patung Dewa Siwa seakan mempersilahkan kami untuk menikmati panorama Bali. Untuk kesan pertama kali menginjak Bali, aku merasa tertegun, suasana Bali seakan kembali mengajakku ke abad-13 pada saat Majapahit dan Agama Hindu dominan dalam kehidupan masyarakat Jawa. I'm really excited to see their culture! 
Pantai Bali Barat yang sunyi


Jalak Bali di penangkaran belakang kantor TNBB

    Kami sempat singgah di kantor pusat TNBB untuk menanyakan informasi sekaligus melihat penangkaran Jalak Bali. Pintu masuk TNBB ternyata terletak agak jauh dari jalan raya, masuk lagi ke dalam perkampungan sekitar 2 Km. Kami yang merencanakan menginap di Pantai Bali Barat harus gigit jari, karena menurut pengurus TNBB, untuk melakukan kegiatan yang mengharuskan menginap harus ada surat izin. Akhirnya kami berencana hanya sehari di sini.
    Pariwisata yang tersedia di kawasan TNBB ada banyak seperti Pura Pulaki, Pulau Menjangan, Pura Bakungan, dll. Kami memasuki TNBB dengan berjalan kaki, di tengah jalan kami ditawari tumpangan oleh supir angkot yang mau menjemput para peneliti. Kawasan TNBB, sama seperti TN Baluran, banyak terdapat monyet-monyet berekor panjang. Kicau burung yang tidak bisa kami lihat menemani sepanjang perjalanan menuju pantai. Tujuan-tujuan lainnya mungkin akan kami kunjungi dilain waktu, setidaknya setelah mendapat pemberitahuan bahwa tidak boleh ngecamp di pantai, alhasil kami hanya berniat mengunjungi pantainya.
Hola Amigos!

Gunung Raung dari kejauhan

    Sesampainya di pantai kami menemukan babi hutan yang sedang menikmati timbunan sampah. Agak menyeramkan melihat babi hutan yang menatap tajam ke kami, tetapi seekor monyet yang bermain-main membuat marah sang babi hutan. Melihat Gunung Ijen di kejauhan membuat latar pantai ini sangat indah. Pulau Jawa dan Bali terlihat sangat dekat disini. Ojan seakan tidak mau keduluan untuk berfoto ria. Meskipun terik, kami melepas baju untuk berburu ikan teri yang mengerumuni kaki kami. Halusnya pasir pantai melenakan kami untuk berjemur seperti bule-bule, alhasil kulit kami menjadi gosong. Airnya sangat biru. Pantainya sangat sepi, sampah-sampah yang berasal dari laut banyak ditemukan di sepanjang pantai. Hal ini mengecewakan tentunya melihat alam yang indah harus dikotori oleh sampah-sampah plastik yang tentunya sangat mencemari. Pantai yang sunyi memang berasa pantai pribadi, mengingat sepanjang garis pantai ini hanya kami manusianya Setelah puas bermain air, kami menuju pondokan yang ada di pinggir pantai. Kami terlelap diiringi deru ombak serta sepoi-sepoi angin. Betapa nikmatnya hidup ini! 
    
    Sembari tiduran akupun merenung meresapi apa saja yang telah aku jalani selama 22 tahun. Ternyata hidupku memang kurang bersyukur. Apa-apa yang telah aku dapatkan selama ini mungkin belum tentu bisa dinikmati orang lain. Mungkin dalam hidupku, saatnya untuk lebih banyak melihat ke bawah sebagai refleksi. Aku juga merenungi makna perjalanan yang seringkali aku jalani. Foto-foto yang bagus bolehlah sebagai kenang-kenagan, namun inti dari perjalanan juga aku harus resapi, setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah guru.
      Panas terik mulai berganti naung. Saatnya terbangun dari mimpi. Dalam keadaan setengah sadar karena masih ngantuk, aku membangunkan Ojan dan Jordi. "Ah bentar lagi, kapan lagi tiduran di sini" kata Jordi. Memang benar kata Jordi, perjalanan ini harus dinikmati meskipun kami tidak jadi camping disini, bagi Jordi, tidur siang di sini merupakan berkah tersendiri. Jauh dari kebisingan, benar-benar sunyi. Kata Jordi, kami merupakan makhluk yang terberkati. Semoga benar katamu Jor, kita diberkati untuk berjalan di lain waktu.

    Sambil pulang berjalan kaki menuju ke jalan besar, ternyata seram juga ya berada diantara hutan dan perkampungan penduduk. Hari yang mulai senja ditambah lolongan anjing yang mengikuti kami menambah suasana menjadi seram. Untungnya kami bertiga, seengaknya bisa saling bahu-membahu jikalau ada kesulitan. Melintasi perkebunan, kami dikejutkan dengan lolongan anjing yang semakin dekat. Sumber cahaya terlihat dikejauhan, agak remang, tapi setidaknya menenangkan kami yang panik ditengah perkebunan.

    Sesampainya jalan besar pun, kami masih kesulitan menemukan tebengan untuk ke pertigaan menunggu bus. Setidaknya perlu waktu setengah jam barulah ketemu orang yang melintas. Kami menumpang pick up dan turun di pertigaan menunggu bus malam menuju Denpasar. Bus malam yang kami tumpangi hanya bisa mengantarkan sampai Terminal Mengwi, yang jaraknya masih jauh ke Denpasar. Walhasil, kami harus menunggu pagi untuk melanjutkan perjalanan ke Denpasar. Selama di Denpasar, kami hanya menjelajahi Pantai Kuta dan sekitarnya dikarenkan keterbatasan biaya. Akhirnya kami harus melanjutkan perjalanan hanya berdua setelah Ojan memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Kebumen.
Nyantai dulu di Pantai Kuta


    Lagi-lagi biaya perjalanan kami siasati dengan berjalan kaki menuju Pelabuhan Padang Bai. Benar, jalan kaki dengan jarak tempuh 42,4 km. Sekitar 15 km kami habiskan untuk berjalan kaki. Untuk mempersingkat waktu kami menggunakan Google Maps untuk menuju ke jalan Pelabuhan Padang Bai, eh nyatanya kami dibawa berliku melewati perkampungan penduduk. Disitu kami juga beberapa kali dikepung oleh anjing dan ditanya sama warga kampung. Mungkin aneh keliatannya kali ya masuk kampung yang bukan daerah wisata membaw tas keril segede gaban. Kami dua kali menumpang mobil untuk mempersingkat waktu dan akhirnya sampai menuju Pelabuhan. Let's heading to Lombok then!

0 komentar:

Posting Komentar