Sabtu, 20 Mei 2017

Sumbing Here I Come!



           Sumbing dan Sindoro, dua gunung yang terletak di kabupaten Temanggung sudah lama mengusik benakku untuk menjelajahinya. Aku pun merencanakan perjalanan ini pada bulan Januari 2017, sekalian mengisi waktu libur. Awalnya aku mengajak beberapa orang teman yaitu, Nana, Bob, dan Alwan. Namun dikarenakan Nana tidak dikasih izin oleh orang tuanya dan si Bob uangnya dipakai untuk rumahnya, dengan berat hati aku memutuskan untuk berangkat sendiri (sengaja tidak mengajak Alwan, nyusahin wkwk). Rencananya berangkat hari Jumat, 23 Desember 2016 sayangnya tiket pada hari itu habis pas tiba aku sudah sampai di loket-_-. Yasudahlah akhirnya keberangkatan ditunda besoknya. Hari sabtu, 24 Desember 2016, sengaja berangkat pagi-pagi biar gak kehabisan tiket lagi. Akhirnya dapat juga deh tiket bis setelah mengantri sekitar satu jam. Kebetulan pas mengantri ada Ojan juga mengantri tiket ke Yogya tapi sayangnya dia kehabisan wkwkw.
            Packing alat-alat sudah dilakukan sehari sebelumnya, jadi hari itu tinggal berangkat saja. Unfortunately, sendal gunungku tiba-tiba hilang!!! Wtf, aku lupa ngasi tau Faqih biar gak makai sendalku. Disaat-saat panik, berusaha ngehubungin Faqih lewat line, whatsapp, dan telpon tapi nggak diangkat. Akhirnya dikasih pinjeman uang sama Ojan 100.000 buat beli sendal. Dengan kekuatan panik luar biasa, akhirnya nyari-nyari sendal gunung yang murah, eh ternyata yang bermasalah itu ukuran! jarang ada ukuran 43. Nyari-nyari sampai di Margonda akhirnya kebeli juga sendal gunung merek Rei.
        Jadwal bis berangkat sekitar pukul 2, untungnya tiba sebelum jadwal keberangkatan tapi tetap aja khasnya Indonesia itu ngaret! Jadi baru berangkat sekitar pukul 3:45 sore. Dapat kursi dibarisan tengah jadi agak kurang nyaman karena kaki tersa dihimpit. Skip skip skip.
          Perjalanan Depok-Wonosobo memakan waktu sekitar 13 jam. Sempet dibangunin supir karena sudah sampai di terminal akhir. Aku bangun dengan kesadaran setengah masuk, bergegas mengambil tas carrier yang ditaruh di bagasi. Oh iya kebetulan di bis yang sama juga ada rombongan dari Depok yang ingin mendaki Sindoro-Sumbing. Akhirnya mencari mushola untuk menunaikan sholat subuh. Sebelum mengambil wudhu, sempat berbincang-bincang dengan bang Babah (Rendi Widiyanto, yang akhirnya menjadi teman seperjalanan). Seusai sholat subuh, aku pun mendatangi bang Babah disalah satu warung di terminal Wonosobo. Bang Babah menanyakan tujuan pendakian dan rombongan. Ya aku hanya menjawab hanya sendiri dan ingin ke Sindoro dulu. Pas saat itu juga datang juga rombongan dari Garut, Fawwaz dan kawan-kawannya. Saat kita lagi membicarakan untuk mencarter mobil bak, datang juga rombongan dari Depok yang tadi sebis, mereka juga mau gabung carter mobil. Kita semua sepakat untuk mencarter mobil bak yang harganya 20.000/orang. Perjalanan terminal Wonosobo-basecamp Sindoro dan Sumbing ditempuh sekitar 30 menit. Karena aku memutuskan untuk mendaki Sumbing lebih dahulu, akhirnya rombongan yang mau mendaki Sindoro diturunkan lebih dahulu. Jarak basecamp Sindoro via kledung dan Sumbing via Garung tidak berjauhan, hanya berjarak 15 menit jalan kaki.
(Sindoro dari basecamp Sumbing)
          
Gunung Sumbing

      Sesampainya di basecamp Sumbing, aku bergegas mengurus simaksi, menuju warung terdekat, dan memesan soto, serta membeli tambahan air untuk di perjalanan. Pukul tujuh tepat aku memutuskan meninggalkan bang Babah dan Menong yang sudah tidak kulihat lagi. Jalur garung mempunyai dua rute, garung baru dan garung lama, bedanya garung baru terdapat mata air. Tetapi aku lebih memilih rute lama.
             Dari basecamp ke pos 1 treknya adalah bebatuan bersusun yang ditata sedimikian rupa untuk memudahkan pejalan. Namun menurutku, trek seperti ini lebih berat dari trek yang di gunung biasanya, soalnya batu yang diinjak keras dan tingginya sama. sepanjang perjalanan ini akan disuguhi pemandangan pemukiman penduduk, lalu mulai masuk kawasan perkebunan. Pos 1 tepat berdiri dikaki gunung, membatasi perkebunan dengan hutan gunung. Di pos 1 ini kita bisa temukan warung-warung yang berjualan konsumsi pendaki. Hampir lupa, dari basecamp ke pos 1 kita bisa menggunakan ojek untuk menghemat waktu dengan biaya 25.000. Setelah satu jam berjalan, akhirnya aku mendapati bang Babah dan Menong tengah beristirahat di pos 1. Setelah ngobrol sebentar akhirnya aku memutuskan untuk ikut rombongan mereka. Jadilah akhirnya kita bertiga mendaki Sumbing!
Pos 1 via Garung Lama

            Dari pos 1 menuju ke pos 2 kita akan melewati trek bernama pencit engkrak. Tidak ada yang spesial disini, sama seperti hutan-hutan di kaki gunung biasanya. Treknya agak landai dengan tanah merah yang agak keras, jadi hal itu tidak menyulitkan kami sama sekali.

Trek Penyiksa Dengkul hehehe


            Perjuangan sesungguhnya dimulai dari pos 2 menuju pos 3. Trek yang dilalui sangat curam, pantas saja trek ini dinamai engkol-engkolan(btw, engkol: engkel baca:penyiksaan engkel wkwk). Kami bertiga memutuskan untuk beristirahat setelah melewati trek engkol-engkolan yang luar biasa memakan tenaga, sembari menunggu matahari agak menurun. Saat beristirahat kami gunakan sebaik mungkin untuk mengisi perut dan tidur-tiduran. Tepat jam 3 sore kami mulai beranjak naik menuju pos 3 pestan. Awan yang tadinya tebal perlahan-lahan mulai menyebar sehingga membuat gunung Sindoro yang terletak diseberang mulai terlihat. Kami mulai mendirikan tenda sembari memakan bakwan dan menikmati senja hari. Malam hari tiba, disinilah kami mulai masak-masak ala gunung, tetapi ini diluar dugaanku. Bang Menong dan Bang Babal memasak menu spesial, orek tempe! Setelah makan malam selesai, kami berbincang-bincang. Perbincangan kami dimulai dari topik yang sederhana seperti kapan mulai naik gunung dan berapa gunung yang sudah dikunjungi. Bang Menong dan Bang Babal mengajarkanku banyak hal, mulai dari skill dalam pendakian sampai masalah cinta-cintaan wkwk. Malam pun semakin larut dan menyuruh kami untuk masuk ke sleeping bag masing-masing.
Bang Menong Lagi Masak Bakwan Gunung

             Jam 4 subuh kami memulai summit attack. Berangkat dengan tubuh yang mengigil disertai pemanasan seadanya, kami beranjak naik. Pasar watu merupakan tempat yang akan kami lalui selanjutnya. Dinamakan pasar watu karena batu-batu disana bersusun menjadi seperti pasar (menurutku di sini merupakan lokasi pengambilan gambar terbaik daripada di puncak malah). Saat naik, kami melihat seorang anak yang ketinggalan rombongan sedang mengalami gejala hipotermia. Langsung saja Bang Babal yang sudah mahir dengan sigap memberikan pertolongan. Untungnya anak tersebut tertolong.

            Matahari semakin naik dan kami sengaja tidak sampai puncak terburu-buru, melihat kondisi cuaca yang agak mendung jadi tidak memungkinkan untuk melihat sunrise. Akhirnya kurang lebih jam 6 lewat, kami sudah berada di puncak Sumbing. Puncak Sumbing memiliki ketinggian 3371 Mdpl. Dari puncak ini kita bisa melihat gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, gunung Slamet dan Ciremai di sebelah Barat Daya, Sindoro dan Prau di sebelah Barat, dan Andong di sebelah Utara.
Puncak Sumbing Berlatar Sindoro

            Perjalanan turun dari puncak ke basecamp kami tempuh sekitar 4-5 jam. Sesampainya di basecamp, hujan turun dengan derasnya, membuat kami menunda untuk segera tancap gas ke Sindoro. Rombongan Fawwaz serta Depok kembali kami jumpai. Segera mereka menceritakan pengalaman mereka naik Sindoro dan menanyakan tentang pendakian Sumbing. Setelah puas berbagi kisah, kesemua rombongan memutuskan berangkat pagi sembari menuju hujan reda (Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar