Sabtu, 07 April 2018

Gili Trawangan yang berdendang memanggil (Part 4 of Backpackeran Baluran-Lombok)

    Setelah menikmati Rinjani, perjalanan tentu saja harus diteruskan. Masih banyak spot-spot lainnya di Lombok yang harus dikunjungi, salah satunya adalah Gili Trawangan. Gili Trawangan merupakan sebuah pulau yang berada di sebelah barat laut Pulau Lombok. Pulau ini merupakan gugusan terbesar diantara saudar saudarnya, Gili Air dan Gili Meno. Sejak dibuka untuk turis pada tahun 1989, pengunjung pulau ini semakin bertambah setiap tahunnya, apalagi saat peak season, semakin membludak saja.


        Aku mengunjungi pulau ini hanya sendirian karena Jordi saat itu sedang malas. Dari Mataram aku harus menuju Pemenang untuk bisa menuju pelabuhan Bangsal, Start awal menuju Gili Trawangan. Mencari transportasi menuju Pemenang sangat mudah. Biaya angkutan ini umumnya 15.000-20.000, kalau lebih berarti kena zonk!

    Setelah tiba di Pemenang, untuk menuju pelabuhan Bangsal aku hanya berjalan kaki yang memakan waktu kisaran 15 menit. Oh iya, sebelum berangkat aku membeli beberapa jajanan yang dijual di kampung sekitar pelabuhan. Setiba di pelabuhan, jumlah orang asing dan warga lokal sama banyaknya. Harga tiket kapal penyeberangan juga murah dan terorganisir sangat baik. Semilir angin membawa aroma kelapa muda yang menyeberang hingga ke kapal yang aku tumpangi, menandakan Gili Trawangan sudah di depan mata. Perjalanan menuju pulau ini kita akan disuguhi pemandangan bukit-bukit gersang yang tampak tandus dan juga Rinjani yang menjulang gagah.
Kalau kalian melihat plang ini berarti kalian berada di salah satu surga dunia!
        Aku menginjakkan kaki di pulau ini sekitar pukul satu siang. Sesampainya disana aku langsung mencari mesjid untuk sholat dan numpang rebahan, sembari memikirkan rencana untuk tidur dimana malam itu. Pengunjung luar biasa banyak waktu itu, 89% turis yang kesana adalah orang asing. Pemandangan yang dijumpai layaknya Kuta Bali, diskotik, bar, cafe, dan segala jenis penginapan bagai jamur tumbuh di musim hujan. Akhirnya aku memutuskan untuk menyewa salah satu share room yang berharga murah(btw share room itu satu kamar bisa nyampur ama siapapun). 250k merupakan harga yang lumayan mahal untuk backpacker kere seperti aku tetapi dibandingkan dengan yang lain, itu adalah yang paling murah untuk saat peak season(selebihnya 300k keatas). 


     Berkeliling pulau dengan berjalan kaki bisa menghabiskan waktu berjam-jam karena saking indahnya pemandangan yang bisa kita lihat. Lautnya yang sangat biru dengan latar belakang bukit bukit gersang, terlihat sangat kontras namun memanjakan mata!
Salah satu sudut pulau yang bikin gak mau pulang
    Sore hari merupakan yang dinanti nanti oleh penggemar sunset. Turis-turis berkerumun di sisi barat pulau menikmati hidangan makanan yang disediakan cafe-cafe. Spot-spot foto kekinian menambah semarak sore hari disana. Aku harus mengantri dengan yang lainnya sembari menunggu dan merenung "kok Jordi gak mau ikut ke sini?". Hal yang membuat unggul Gili Trawangan dari Kuta Bali adalah tidak adanya kendaraan bermotor disini. Ini yang membuat Gili Trawangan ramai tanpa ada suar bising knalpot motor. Hingar musik mulai terdengar di setiap penjuru pulau saat malam. Diskotik-diskotik menawarkan berbagai promo untuk menarik pengunjung. Berbagai macam jenis minuman alkohol tersedia. Dari kisaran 20k hingga 150k. Awalnya aku tertarik untuk mencoba, tetapi karena pertimbangan uang untuk kembali ke Mataram yang pas-pasan akhirnya aku urungkan niat tersebut. Aku pun segera ke cafe yang menyediakan makan malam. Makan malam terasa syahdu sekali dengan adanya lilin di meja-meja, ah sayang sekali aku hanya pergi sendirian kali ini.
Sunset bersama pengendali kuda

    Tak terasa pagi pun menjelang, saatnya berkemas untuk kembali ke Mataram. Aku menyempatkan jalan-jalan keliling pulau saat pagi hari. Udara sejuk bercampur asin garam menjadi santapan pagi itu. Lalu lalalng kapal yang hilir mudik mengantar penumpang menjadi penutup yang pas untuk kisah kali ini. Padahal masih banyak hal yang ingin dilakukan semisal snorkling maupun sekedar mengunjungi Gili-Gili lainnya namun sang waktu membatasi perjalananku sampai disini
Kamar di penginapan murah, so cozy!

Lalu lalang pengunjung pulau

    Sehabis dari Gili Trawangan, Ibu Yulita mengajakku untuk melihat keliling spot wisata Lombok lainnya. Sayang sekali Jordi gamau ikut kami, dia merasa rebahan sudah cukup menyengakan di Lombok. Pantai lainnya yang kami kunjungi adalah Pantai Sengigi yang mana disana terdapat Pura Batu Bolong. Sesuai namanya Pura ini unik, berdiri diatas sebuah batu hitam yang memiliki lubang yang cukup besar, kanon dibangun oleh Rsi Dang Hyang Dwijendra tahun 1533. Mirip-mirip dengan Pura Tanah Lot yang menawarkan pemandangan laut sebagai sajian utama. Selanjutnya mencob melipir ke desa wisata yaitu Desa Adat Sade. Disini kita melihat bagaimana bentuk rumah tradisional Suku Sasak dan hasil kerajinan tangan mereka. Meski tidak membeli kain, aku sempatkan untuk membeli gelang sebagai kenang-kenangan. Sempat juga menyaksikan seorang ibu bagaimana menenun kain songket di depan halaman rumahnya. Inilah yang sedang digalakan oleh pemerintah Indonesia, menggenjot 10 Bali Baru menjadi destinasi utama di Indonesia. Bagusnya dampak ini langsung terasa di sektor ekonomi juga perbaikan fasilitas umum sarana dan prasarana. Namun tentu saja pemerintah harus memperhatikan alam juga sebagai fokus utama, bukan berpihak ke pengembang yang hanya mencari untung. Apa gunanya ekonomi meroket tapi keberlangsungan alam yang mulai rusak? 
Pura Batu Bolong, Destinasi Wajib Saat di Lombok!
Ibu Pengrajin Songket


Makan Bareng Keluarga Bu Yulita

Pantai Tanjung Aan

            Pantai lainnya yaitu Pantai Tanjung Aan yang terletak di Mandalika menjadi sajian penutup perjalanan kami hari ini. Sunset yang temaram diiringi awan gelap menyudahai perjalanan kami. Kami tak sempat ke Batu Payung karena hari yang sudah mulai beranjak malam dan kami sudah mulai kelelahan. Nampaknya inilah akhir petualangan kami di Lombok sebab dompet sudah mulai kembang kempis menahan isi yang tak nampak. Banyak sekali pengalaman yang didapatkan kali ini, meski tujuan utama menuju Pulau Komodo harus ditunda. Kami sejauh ini sudah sangat senang!

0 komentar:

Posting Komentar