Menjadi seorang arkeolog
mungkin masih menjadi sebuah pekerjaan yang acapkali dipertanyakan orang-orang.
"Kerja apaan tuh?" "Keren ih kayak di film-film"
"Nyari-nyari fosil ya?" dan masih banyak lagi hal-hal yang menjadi
pertanyaan lainnya. Sudah dua kali aku mengikuti penggalian arkeologi, yang
pertama di Muara Jambi, sekaligus sebagai Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang
menjadi mata kuliah tersendiri di jurusan arkeologi. Kedua saat saya mengikuti
magang selama dua minggu bersama BPCB Banten dalam penggalian Benteng
Surosowan.
Excavation Begin! |
Tujuan
penggalian ini adalah untuk menampakkan sisi utara Benteng Surosowan agar
sekiranya sisi tersebut terbebas dari pembangunan apapun. Diperkirakan sisi
utara bekas pendopo kerajaan yang terhubung langsung dengan kanal-kanal disekitaranya.
Pihak BPCB Banten sendiri bekerja sama dengan prodi arkeologi Universitas
Indonesia dengan meminta langsung mahasiswa untuk terjun ke lapangan. Sekitar
40 mahasiswa menjalani magang tersebut dibagi pershift selama tiga bulan. Kami berempat
mendapat giliran shift terakhir masuk dari pertengahan September.
Tugas kami dalam penggalian dibagi kedalam tiga
bagian:
1. Menggambar kotak gali
Seorang penggambar bertugas untuk menggambar
semua kotak galian pada hari tersebut. Penggambar harus menggambar secara detil
tampak awal serta tampak akhir dari penggalian kotak tersebut, termasuk
mengukur apa saja penampakan temuan yang ada di kotak tersebut semisal
penampakan struktur bata ataupun temuan lepas.
2. Laporan harian
Bertugas untuk melaporkan keadaan pada hari
penggalian semisal berapa kotak galian yang dibuat pada hari itu, temuan apa
saja yang didapat hari itu, jumlahnya berapa, beserta kesulitan yang dialami.
Tugasnya ya mirip-mirip bikin buku harian cuman bahasanya ya harus formal.
3. Bagian Temuan
Bertugas membersihkan, mencatat, dan mengklasifikasi
temuan pada hari tersebut. Hal ini nantinya akan memudahkan pihak yang
berkepentingan selanjutnya untuk proses inventarisasi temuan.
Temuan
yang sangat menarik pada shift kami ini adalah beberapa anak tangga serta
adanya sumber air yang diperkirakan merupakan kanal yang dahulunya langsung
melewati sisi utara benteng ini. Yang paling mencengangkan adalah ketika
penggalian dilakukan banyak tumpukan sampah yang didapat pada lapisan tanah
utara benteng yang artinya lapisan tanah pada daerah tersebut sudah tercampur. Memang
pada sepuluh tahun yang lalu sisi utara benteng sempat dijadikan tempat
mendirikan warung-warung. Sampah-sampah tersebut menjadi tanda seberapa parah
bumi kita memang darurat plastik. Selain itu juga ditemukan tulang-tulang yang
diduga berupa sapi.
Suasana penggalian saat siang hari |
Salah satu temuan koin berlogo VOC |
Salah satu temuan keramik |
Tangga di sisi utara benteng, diperkirakan langsung berbatasan dengan kanal |
Kami menyempatkan jalan-jalan setelah usai
dengan penggalian pada sore hari, biasanya berkeliling di sekitar Benteng
Surosowan, Benteng Speelwijk, Mesjid Agung Banten, Keraton Kaibon, Danau
Tasikardi. Peninggalan-peninggalan bersejarah disini masih banyak yang terawat
hingga kini dari bangunan hingga makam-makam. Karena dekat dengan laut, banyak juga
pantai-pantai di sekitar Surosowan, namun kondisinya memang memprihatinkan,
airnya keruh dan banyak sampah dimana-mana. Banten terasa lebih terik dari
daerah lain, entah mengapa padahal Bima memegang gelar sebagai kota terpanas di
Indonesia. Nampaknya angin yang tidak bertiup ikut andil menjadikan Banten Lama
daerah yang panas.
Danau Tasikardi |
Salah satu sudut Benteng Surosowan |
0 komentar:
Posting Komentar