Jumat, 11 Oktober 2019

Overland Backpacker (Jawa, Bali, NTT)


                Menurut saya tiada pengalaman yang lebih indah daripada jalan-jalan di negeri sendiri ala ala backpacker. Backpacker memang membuat perjalanan jauh lebih terasa lama namun disitu letak keindahannya. Menikmati perjalanan menurut saya tak melulu harus di atraksi wisata; bisa jadi itu hanya di jalan-jalan yang sepi ataupun rimbunan semak belukar yang terabaikan. Baiklah perjalanan saya kali ini mentargetkan Labuan Bajo sebagai destinasi utama. Kenapa? Kayaknya Labuan Bajo menjadi ”one and only home" Varanus Komodoensis alias Komodo. Kapan lagi kan liat komodo di pulau aslinya yang bentar lagi harga tiket masuknya bakal selangit?!
jalan jalan ke labuan bajo
Indah bukan?


                 Berangkat ke Labuan Bajo paling murah yang bisa saya tempuh adalah dengan rute overland Jawa-Bali-Labuan Bajo. Termurah karena memang pada dasarnya ini adalah backpacking, kedua memanfaatkan koneksi yang kita punya seluas-luasnya, dan yang terakhir harus niat!!! Karena hemat itu perlu tekad yang sekeras karang. Apalagi ini bulan Agustus yang merupakan peak season dimana  turis turis lagi banyak banyaknya dan cuaca sedang cerah. Saya berangkat bersama teman-teman dengan start dari Kebumen (sebelumnya kita nginep di sana berhari-hari di rumah teman) naik kereta ke Surabaya dengan biaya 88 ribu kemudian dilanjutkan dengan kereta lagi ke banyuwangi. Setibanya di Banyuwangi saran saya mending kalian langsung lanjutkan nyeberang kapal feri, soalnya bisa nginep di musola pelabuhan Gilimanuk yang ada ac nya hehe. Pelabuhan Benoa terkenal lebih aman dari pelabuhan lainnya jadi tidak perlu khawatir tapi tetap harus berhati-hai. Keluar dari pelabuhan ini kalian akan langsung ditunggu oleh supir-supir berbagai angkutan yang menwarkan tumpangan menuju Denpasar. Pilih saja angkutan yang mirip bis mini, cuman bayar 35-40 ribu, kalau lebih dari segitu tolak aja mungkin itu calo. Sesampainya di Denpasar saya beristirahat di rumah seorang teman yang kebetulan berkuliah di Bali. Duh senengnya, kalau kalian punya sanak saudara atau famili diluar daerah yang kalian tempatin menjadi kelebihan tersendiri khususnya untuk yang terbiasa numpang-pergi. Kami di Bali selama dua hari, menikmati sunset di Kuta sekaligus beachwalknya yang mahalnya minta ampun!
pantai kuta
Sunset di Kuta emang kerasa magis


                Setelah dari Denpasar, kami menuju pelabuhan Benoa, membeli tiket menuju Labuan Bajo dengan harga 230.500, cukup murah bukan? Estimasi perjalanan memakan waktu 30 jam perjalanan. Kapal yang kami tumpangi adalah Kapal Awu yang rutenya dari Surabaya sampai jauh ke Larantuka. Kapal Awu terlihat apik, baik dari ruangan kelas penumpang, dek, hingga kantin. Fasilitas yang ditawarkanpun cukup beragam mulai dari bioskop mini yang mematok harga 10 ribu, live music bersama biduan, warung kelontong yang harganya bikin kantong menjerit. Selama perjalanan yang kami lalui, ombak relatif tenang, sesekali dikala malam guncangan ombak lebih terasa. Kendala dari perjalanan laut adalah BOSAN. Kalian tidak akan menemukan jaringan kecuali kapal mendekati daerah pulau besar (Lombok, Bima). Makanan di kapal juga tidak akan sama enaknya dengan makanan yang ada di darat, entah itu sayur yang terlalu lodeh ataupun ikan yang bagian perutnya tidak bersih. Rute laut ini merupakan salah satu rute termurah yang bisa kalian lalui untuk ke Bajo. Rute udara sangat tidak disarankan karena kalian akan melewati indahnya Bima dengan bukit bukitnya yang tandus ataupun gunung rinjani dari kejauhan.
pelabuhan benoa
Ready for sail, captain!

bima
Ini bukit bukit tandus yang ada di Bima

                Sesampainya di Bajo, kami menghubungi salah satu host dari Couchsurfing yang sedianya ingin menampung kami selama beberapa hari. Tak kunjung tiba jawaban, akhirnya kami memutuskan untuk menginap semalam di penginapan dekat pelabuhan. Pelabuhan di Bajo adalah pelabuhan terindah yang pernah saya lihat. Bagaimana tidak, kapal pesiar maupun kapal boat bahkan pinisi berjejer sepanjang garis pantai. Apalagi menjelang malam, sungguh terlihat sangat eksotis kapal-kapal yang berjejer menjadi foto dengan latar belakang senja yang menawan. Malamnya, pasar malam yang berdekatan dengan dermaga menawarkan hidangan laut yang segar-segar; udang, kerang, ikan, cumi, teripang. Semuanya terlihat menggiurkan. Kami berpikir sebaiknya kami pesan satu; daripada cuman cuci mata. Kami pesan ikan kerapu merah seharga 50 ribu untuk satu porsi itu sudah termasuk nasi dan lalapan. Sedap mantap! Kerapu merah dagingnya terasa manis dan empuk berbeda dengan ikan sungai yang biasa saya makan. Kami makan dengan lahap malam itu diiringi oleh alunan deru kapal boat yang hilir mudik.
senja di labuan bajo
Senja di dermaga

pasar malam labuan bajo
Pilih ikan apa bos?

                Semenjak host kami memberitahu bahwa dia ada urusan di kota lain dan harus menunggu beberapa hari besoknya kami ngecamp di pantai pede. Pantai pasir putih ini memiliki potensi bagus namun sayang pantai ini belum dikelola dengan baik sehingga terkesan sangat kotor entah itu karena sampah yang berasal dari laut maupun yang dibuang oleh orang-orang sekitar. Pantai ini cukup sepi dari pengunjung, hanya terlihat beberapa bule yang lalu lalang. Saking sepinya kalian akan merasakan sensasi pantai pribadi kalau ngecamp disini. Pantai ini memang tidak langsung menghadap ke pulau kecil-kecil yang bisa kalian lihat di dermaga namun kapal-kapal pinisi menjadi pemandangan indah lainnya yang dapat kalian nikmati. Berenang sepuasnya tanpa takut ombak tinggi.
pantai pede labuan bajo
Sunsetnya Pantai Pede, backgroundnya pinisi

                Kesempatan untuk berkenalan lebih dekat dengan orang lokal akhirnya tiba saat host kami tidak memberi jawaban yang pasti. Kami memustuskan menumpang di sebuah rumah berasitektur bugis. Sebelumnya saya beranikan diri bertegur sapa dengan orang-orang di dekat dermaga. Mereka menyapa hangat sekali dan mempersilahkan saya untuk meningap tanpa basa basi. Pak Zainal namanya. Dia merupakan seorang nelayan yang berasal dari Bajo, sudah puluhan tahun melaut dan kini sukses menyekolahkan anaknya hingga ke luar pulau. "Bagi saya kesuksesan itu didasari oleh niat karena Allah" ucapnya yang memang beliau orang yang religius. Semalam suntuk kami mengobrol ngalor ngidul tentang agama, politik, bahkan kegiatan melaut. Bagi saya kesempatan seperti ini sangat langka, bercengkrama dan diterima secara hangat oleh orang lokal. Beliau pun bahkan memberi beberapa nasihat untuk saya pribadi agar menjadi lebih baik kedepannya.
rumah adat bugis
Rumah dengan arsitektur bugis

couchsurfing
Bapak Zainal dan Emak

                Kami berangkat menuju daerah pelabuhan untuk ikut trip harian ke pulau-pulaun disekitar. Btw, di area sekitaran pelabuhan sangat banyak menawarkan open trip dari mulai harian hingga satu minggu, kapal mewah hingga boat biasa. Kalian harus pintar-pintar menawar dan mencari agar dapat harga yang termurah, umumnya berkisar 370-400 untuk harian. Kalau low season bisa lebih murah kisaran 350. Setelah banyak membandingkan harga akhirnya kami sepakat dengan salah satu penyedia tour seharga 370/hari. Itu termasuk rute P.Padar-Pantai Pink-P. Komodo-Manta Point. Harga sudah disetujui dan kami pun bersiap untuk berangkat keesokan harinya (bersambung).

               



1 komentar: