Menurut saya tiada pengalaman yang
lebih indah daripada jalan-jalan di negeri sendiri ala ala backpacker.
Backpacker memang membuat perjalanan jauh lebih terasa lama namun disitu letak
keindahannya. Menikmati perjalanan menurut saya tak melulu harus di atraksi
wisata; bisa jadi itu hanya di jalan-jalan yang sepi ataupun rimbunan semak
belukar yang terabaikan. Baiklah perjalanan saya kali ini mentargetkan Labuan
Bajo sebagai destinasi utama. Kenapa? Kayaknya Labuan Bajo menjadi ”one and
only home" Varanus Komodoensis alias Komodo. Kapan lagi kan liat komodo di
pulau aslinya yang bentar lagi harga tiket masuknya bakal selangit?!
|
Indah bukan? |
Berangkat ke Labuan Bajo paling murah yang
bisa saya tempuh adalah dengan rute overland Jawa-Bali-Labuan Bajo. Termurah
karena memang pada dasarnya ini adalah backpacking, kedua memanfaatkan koneksi
yang kita punya seluas-luasnya, dan yang terakhir harus niat!!! Karena hemat
itu perlu tekad yang sekeras karang. Apalagi ini bulan Agustus yang merupakan
peak season dimana turis turis lagi
banyak banyaknya dan cuaca sedang cerah. Saya berangkat bersama teman-teman
dengan start dari Kebumen (sebelumnya kita nginep di sana berhari-hari di rumah
teman) naik kereta ke Surabaya dengan biaya 88 ribu kemudian dilanjutkan dengan
kereta lagi ke banyuwangi. Setibanya di Banyuwangi saran saya mending kalian
langsung lanjutkan nyeberang kapal feri, soalnya bisa nginep di musola
pelabuhan Gilimanuk yang ada ac nya hehe. Pelabuhan Benoa terkenal lebih aman
dari pelabuhan lainnya jadi tidak perlu khawatir tapi tetap harus berhati-hai.
Keluar dari pelabuhan ini kalian akan langsung ditunggu oleh supir-supir
berbagai angkutan yang menwarkan tumpangan menuju Denpasar. Pilih saja angkutan
yang mirip bis mini, cuman bayar 35-40 ribu, kalau lebih dari segitu tolak aja
mungkin itu calo. Sesampainya di Denpasar saya beristirahat di rumah seorang
teman yang kebetulan berkuliah di Bali. Duh senengnya, kalau kalian punya sanak
saudara atau famili diluar daerah yang kalian tempatin menjadi kelebihan
tersendiri khususnya untuk yang terbiasa numpang-pergi. Kami di Bali selama dua
hari, menikmati sunset di Kuta sekaligus beachwalknya yang mahalnya minta
ampun!
|
Sunset di Kuta emang kerasa magis |
Setelah dari Denpasar, kami
menuju pelabuhan Benoa, membeli tiket menuju Labuan Bajo dengan harga 230.500,
cukup murah bukan? Estimasi perjalanan memakan waktu 30 jam perjalanan. Kapal yang
kami tumpangi adalah Kapal Awu yang rutenya dari Surabaya sampai jauh ke
Larantuka. Kapal Awu terlihat apik, baik dari ruangan kelas penumpang, dek,
hingga kantin. Fasilitas yang ditawarkanpun cukup beragam mulai dari bioskop
mini yang mematok harga 10 ribu, live music bersama biduan, warung kelontong
yang harganya bikin kantong menjerit. Selama perjalanan yang kami lalui, ombak
relatif tenang, sesekali dikala malam guncangan ombak lebih terasa. Kendala
dari perjalanan laut adalah BOSAN. Kalian tidak akan menemukan jaringan kecuali
kapal mendekati daerah pulau besar (Lombok, Bima). Makanan di kapal juga tidak
akan sama enaknya dengan makanan yang ada di darat, entah itu sayur yang
terlalu lodeh ataupun ikan yang bagian perutnya tidak bersih. Rute laut ini
merupakan salah satu rute termurah yang bisa kalian lalui untuk ke Bajo. Rute
udara sangat tidak disarankan karena kalian akan melewati indahnya Bima dengan
bukit bukitnya yang tandus ataupun gunung rinjani dari kejauhan.
|
Ready for sail, captain! |
|
Ini bukit bukit tandus yang ada di Bima |
Sesampainya di Bajo, kami
menghubungi salah satu host dari Couchsurfing yang sedianya ingin menampung
kami selama beberapa hari. Tak kunjung tiba jawaban, akhirnya kami memutuskan
untuk menginap semalam di penginapan dekat pelabuhan. Pelabuhan di Bajo adalah
pelabuhan terindah yang pernah saya lihat. Bagaimana tidak, kapal pesiar maupun
kapal boat bahkan pinisi berjejer sepanjang garis pantai. Apalagi menjelang
malam, sungguh terlihat sangat eksotis kapal-kapal yang berjejer menjadi foto
dengan latar belakang senja yang menawan. Malamnya, pasar malam yang berdekatan
dengan dermaga menawarkan hidangan laut yang segar-segar; udang, kerang, ikan,
cumi, teripang. Semuanya terlihat menggiurkan. Kami berpikir sebaiknya kami
pesan satu; daripada cuman cuci mata. Kami pesan ikan kerapu merah seharga 50
ribu untuk satu porsi itu sudah termasuk nasi dan lalapan. Sedap mantap! Kerapu
merah dagingnya terasa manis dan empuk berbeda dengan ikan sungai yang biasa
saya makan. Kami makan dengan lahap malam itu diiringi oleh alunan deru kapal
boat yang hilir mudik.
|
Senja di dermaga |
|
Pilih ikan apa bos? |
Semenjak host kami memberitahu
bahwa dia ada urusan di kota lain dan harus menunggu beberapa hari besoknya
kami ngecamp di pantai pede. Pantai pasir putih ini memiliki potensi bagus
namun sayang pantai ini belum dikelola dengan baik sehingga terkesan sangat
kotor entah itu karena sampah yang berasal dari laut maupun yang dibuang oleh
orang-orang sekitar. Pantai ini cukup sepi dari pengunjung, hanya terlihat
beberapa bule yang lalu lalang. Saking sepinya kalian akan merasakan sensasi
pantai pribadi kalau ngecamp disini. Pantai ini memang tidak langsung menghadap
ke pulau kecil-kecil yang bisa kalian lihat di dermaga namun kapal-kapal pinisi
menjadi pemandangan indah lainnya yang dapat kalian nikmati. Berenang sepuasnya
tanpa takut ombak tinggi.
|
Sunsetnya Pantai Pede, backgroundnya pinisi |
Kesempatan untuk berkenalan
lebih dekat dengan orang lokal akhirnya tiba saat host kami tidak memberi
jawaban yang pasti. Kami memustuskan menumpang di sebuah rumah berasitektur
bugis. Sebelumnya saya beranikan diri bertegur sapa dengan orang-orang di dekat
dermaga. Mereka menyapa hangat sekali dan mempersilahkan saya untuk meningap
tanpa basa basi. Pak Zainal namanya. Dia merupakan seorang nelayan yang berasal
dari Bajo, sudah puluhan tahun melaut dan kini sukses menyekolahkan anaknya
hingga ke luar pulau. "Bagi saya kesuksesan itu didasari oleh niat karena
Allah" ucapnya yang memang beliau orang yang religius. Semalam suntuk kami
mengobrol ngalor ngidul tentang agama, politik, bahkan kegiatan melaut. Bagi
saya kesempatan seperti ini sangat langka, bercengkrama dan diterima secara
hangat oleh orang lokal. Beliau pun bahkan memberi beberapa nasihat untuk saya
pribadi agar menjadi lebih baik kedepannya.
|
Rumah dengan arsitektur bugis |
|
Bapak Zainal dan Emak |
Kami berangkat menuju daerah pelabuhan
untuk ikut trip harian ke pulau-pulaun disekitar. Btw, di area sekitaran
pelabuhan sangat banyak menawarkan open trip dari mulai harian hingga satu
minggu, kapal mewah hingga boat biasa. Kalian harus pintar-pintar menawar dan
mencari agar dapat harga yang termurah, umumnya berkisar 370-400 untuk harian.
Kalau low season bisa lebih murah kisaran 350. Setelah banyak membandingkan
harga akhirnya kami sepakat dengan salah satu penyedia tour seharga 370/hari.
Itu termasuk rute P.Padar-Pantai Pink-P. Komodo-Manta Point. Harga sudah
disetujui dan kami pun bersiap untuk berangkat keesokan harinya (bersambung).
Mantap gan saya juga pengen ke situ nanti gan.
BalasHapus