Senin, 02 Desember 2019

Kenapa Kita Harus Mencoba Backpacker Sekali Seumur Hidup


       
   Backpacker kalau dilihat dari sudut pandang manapun tetaplah dilihat sebagai pejalan kere, lusuh, dan modal dengkul. Dibalik semua itu backpacker menyimpan beberapa unsur seni kehidupan yang niscaya akan membuat hidupmu (setidaknya) lebih baik. Kenapa saya menyukai jalan-jalan menggunakan backpack dan lebih banyak berjalan kaki? Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari berjalan kaki menyusuri tempat baru. Siapa sih yang mau jalan-jalan malah mandi keringat ataupun jadi bau badan? Tapi percayalah ketika kamu melakukan suatu perjalanan dengan berjalan kaki, hal-hal kecil yang biasa terlewatkan ketika kamu menggunakan kendaraan akan kamu jumpai. Memperhatikan hal-hal kecil itu menarik semisal melihat bagaimana interaksi bocah-bocah bermain, merasakan panas aspal jalanan, mengamati lalu lalang orang, dan masih banyak lagi. Tatapan orang-orang pun akan menjadikanmu sebagai ”objek asing" yang membawa ransel berat menyusuri jalanan mereka. Tidak heran kalau kamu suatu saat backpackeran akan dilihat sebagai orang aneh, terutama di Indonesia yang kultur backpackernya masih terbilang rendah.
Pemanasan Dulu

                Backpacker memang tujuan utamanya adalah berhemat. Hemat pangkal selamat, tapi hemat juga akan mempertemukanmu dengan orang-orang baik. Saya bertemu orang-orang luar biasa di hidup saya! Bertemu orang lokal dan bermalam di tempat mereka akan mengajarkanmu banyak budaya. Ketika di Nepal saya bertemu Kunga, orang yang memberikan tumpangan bahkan makanan selama saya di Kathmandu. Kunga adalah seorang penganut Budha yang taat bahkan sempat menjalani pembelajaran sebagai biksu. Dia mengajarkan saya bahwa toleransi tidak cuman berupa omong kosong diudara tapi pengamalan ketika bertemu dengan orang-orang yang berbeda agama. Bahkan kami beribadah masing-masing tanpa sekat yang menutupi. Kunga yang membuat saya percaya bahwa semua orang perlu mengajarkan kebaikan anpa melihat latar belakang orang tersebut. Ada lagi Ghulam Rasool atau yang akrab saya sapa Papa Kashmir, seorang pedagang kashmir yang hidup di Pokhara berjualan kerajinan khas Kashmir. Papa Kashmir mau menampung saya selama seminggu saat berada di Pokhara. Di rumahnya saya belajar memasak kari India, belajar berbahasa Kashmir, adu panco dengan Bilal keponakannya. Sampai sekarang dia masih sering menelpon saya sekedar menanyakan kabar ataupun berbagi cerita.

Me with Papa Kashmir

Keluarga Pak Zainal di Labuan Bajo
                Begitupun ketika saya berada di Lombok, saya bertemu Ibu Yulita yang menghampiri saya sewaktu jalan kaki menuju Gunung Rinjani. Ibu Yulita menawarkan tumpangan sampai ke Aikmel sehabis turun gunung pun ibu Yulita yang mengajak saya keliling Lombok, makan-makan enak, menjemput anaknya sekolah. Labuan Bajo juga tidak ketinggalan memberikan orang baik kepada saya yaitu pak Zainal. Pak Zainal adalah tetua kampung Bajo yang mempersilahkan saya menginap di rumahnya. Pak Zainal juga berbagi pengalaman spiritualnya mengenai agama Islam serta bagaimana pahit manis kehidupan seorang nelayan. Banyak lagi sebenarnya orang-orang yang saya temui dalam perjalanan yang menginspirasi, menyadarkan, seklaigus mengajarkan bahwa orang-orang baik akan selalu ada dimanapun.
Makan Dulu Sama Keluarga Bu Yulita
                Ketabahan seseorang pun diuji ketika melakukan backpacker. Backpacker tidak melulu jalan kaki sebagai kendaraan utama mencapai tujuan tapi kadangkala kita harus memanfaatkan angkutan umum ataupun tebengan orang-orang yang lewat. Interkasi sosial kita diuji ketika kita meminta tebengan kepada orang yang lewat. Tidak serta merta semua orang mau untuk memberikan tumpangan kalau skill negoisasi kita tidak bagus. Lebih bagus lagi kalian mempunyai skill mengemudi agar bisa gantian dengan supirnya. Saran saya untuk menumpang dengan orang adalah cari lampu merah! Disaat lampu merah orang-orang semua akan berhenti dan disaat itulah kita tawar menawar dengan sang empu mobil. Oh ya usahakan cari mobil bak terbuka agar mereka mudah menerima kita sebagai tamu tebengan.
Kita Lagi Nebeng Nih
                Backpacker juga melatih untuk tidak membuang-buang makanan/minuman. Penghematan yang kita lakukan akan sia-sia apabila makanan yang kita dapatkan entah dari hasil pemberian ataupun beli menjadi terbuang. Bagi backpacker pantang untuk tidak menghabiskan makanan, kecuali sudah busuk! Penghargaan akan makanan inilah nanti yang membantu menumbuhkan sikap dermawan kepada kita untuk membantu sesama yang kelaparan.
Kari India Hasil Masak Sendiri+Yogurt
                Sebenarnya masih banyak hal-hal positif yang didapat dari backpacker yang tidak dapat dituliskan satu persatu. Hal yang terpenting adalah sepulang dari perjalanan jauh, kita dapat memetik pelajaran berharga pada setiap langkah kita, terlebih menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih tangguh kedepannya.

0 komentar:

Posting Komentar